Selasa, 31 Mei 2016

Tugas Kajian Prosa



SEKILAS KENANGAN MASALALU:
FENOMENA SOSIAL DAN EFEK KEJUT DALAM CERPEN
BERJUDUL ISENG KARYA A. MUSTAFA BISRI

Dwi Rizka P. (14410210/4E)
Universitas PGRI Semarang

Abstract
This invention aims to describe and explain the social phenomenon and suprise effects in the short story titled Iseng works of A. Mustafa Bisri. Social phenomenon contained in the short story is a picture of someone who had not been met someone who came from masalalunya. In addition, there is also an overview of the current long-lost many years the person comes first in our lives would've had a lot of other social perubahan. Fenomena are preachers in the capital city, can speak three to four times a day. This surprising effect in the short story is in the form of a question in the mind of the unexpected. At the end of the story of an old woman and fat is a love masalalu the protagonist, who now has changed so much not like before. Conclusion The results of this study meunjukan that A. Mustafa Basri through this short story about trying to depict that no one can determine what the change was. Because they live in the world already are set, including a change. besides this social phenomenon in the short story also contained its Islamic values ​​uyaitu mubalig habits in the city and in the village is different.
Keywords: social phenomenon, suprise effects

Abstrak
Penemuan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang fenomena sosial dan efek kejut dalam cerpen berjudul Iseng karya A. Mustafa Bisri. Fenomena sosial yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah gambaran seseorang yang sudah lama tak bertemu dengan seseorang yang datang dari masalalunya. Selain itu, terdapat pula gambaran saat sudah lama berpisah bertahun-tahun lamanya orang yang dulu hadir dalam hidup kita pasti sudah memiliki banyak perubahan.fenomena sosial lainnya adalah mubalig di ibu kota ini, bisa berceramah sehari tiga sampai 4 kali. Efek kejut dalam cerpen ini adalah berupa pertanyaan dalam pikiran yang tidak terduga. Pada akhir cerita seorang wanita tua dan gemuk merupakan cinta masalalu si tokoh utama, yang kini sudah jauh berubah tidak seperti dulu. Kesimpulan hasil penelitian ini meunjukan bahwa A. Mustafa Basri melalui cerpennya ini berusaha menggambarkan tentang tidak ada yang dapat memastikan seperti apa perubahan itu. Karena hidup di dunia sudah ada yang mengaturnya, termasuk sebuah perubahan itu. selain itu fenomena sosial dalam cerpen ini juga terdapat nilai islaminya uyaitu kebiasaan mubalig di kota dan di desa itu berbeda.
Kata kunci: fenomena sosial, efek kejut


PENDAHULUAN

Proses kreatif yang dilakukan pengarang melalui karya sastra sangat mungkin berasal dari kehidupan sosial yang dekat dengan  kehidupan si pengarang. Kehidupan sosial biasanya diatur oleh institusi sosial yang ada dalam masyarakat. Meminjam istilah Wellek dan Warren (1977:109), sastra adalah “institusi sosial yang memakai medium bahasa.” Wellek dan Warren juga menyatakan karya sastra sebagai suatu yang “menyajikan kehidupan” dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru “alam” dan dunia subjektif manusia. Kenyataan sosial yang disajikan dalam karya sastra biasanya mengambarkan kondisi sosial suatu masyarakat dengan jelas. Pengarang dalam mengungkapkan ide-idenya memilih sastra sebagai medianya. Karya sastra tersebut dapat berupa prosa, drama, atau puisi. Pengungkapan ide pengarang lewat puisi tentu akan berbeda dengan pengungkapan lewat drama.
               Cerpen “Iseng” karya A. Mustofa Bisri merupakan cerpen yang memiliki fenomena sosial yang sering terjadi dlam kehidupan manusia, dengan diselingi tentang keislaman. Dimana seorang tokoh aku adalah seorang mubalig atau penceramah atau bisa disebut orang yang sering berdakwah. Cerpen berjudul Iseng ini tak kalah menarik dengan cerpen-cerpen karya A. Mustafa Bisri lainnya. Meskipun tema dalam cerpen ini sederhana tetapi justru dapat sangat memikat pembaca. Karena pembaca akan merasa dekat dengan apa yang diceritakan dalam cerpen tersebut apalagi ada nafas islami di dalamnya.
Penulis A. Mustafa Bisri merupakan sosok penulis yang sering menyentuhkan islam dalam setiap karyanya. Dalam kumpulan cerpennya Lukisan Kaligrafi semua bernafaskan islam. A. Mustafa Basri adalah seorang Kiyai, penyair, novelis, pelukis, budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kiyai yang bersahaja, bukan kiyai yang ambisius. Ia kiyai pembelajar bagi para ulama dan umat. Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.  Sehingga selalu ada pesan-pesan yang sangat islamik dalam setiap karyanya. Karya karyanya yaitu Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995),  Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), kumpulan cerpen Lukisan Kligrafi. Salah satu cerpennya yang berjudul Iseng ini sangat menarik untuk diteliti, karena terdapat fenomena-fenomena sosial yang sering terjadi dalam cerpen tersebut.

Rumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan di atas, dapatlah dibuat rumusan masalah sebagai berikkut
1.      Bagaimanakah gambaran fenomena sosial dalam cerpen Iseng karya A. Mustafa Basri?
2.      Bagaimanakah gambaran efek kejut dalam cerpen Iseng karya A. Mustafa Basri?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini secara khusus adalah:
1.      Mendeskripsikan fenomena sosial dalam cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri.
2.      Mendeskripsikan efek kejut dalam cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagi dosen-dosen bahasa dan sastra Indionesia, hasil penelitian ini dapat dijadikan penelitian cerpen A. Mustafa Bisri dari sudut pandang realis
2.      Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau langkah awal dalam meneliti sebuah cerpen-cerpen Karya A. Mustafa Bisri.

Sumber Data
            Sumber data penelitian diambil dari kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustafa Bisri yang berjudul Iseng, sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kutipan atau penggalan teks yang berada dalam buku maupun internet yang menyangkut fenomena sosial dan efek kejut.

Metode dan Teknik Penilaian
            Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan fenomena sosial dan efek kejut dlam cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri tersebut. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik study pustak, yaitu melengkapi dan mendasari kajian dan analisis cerpen dengan literatur pustaka yang lengkap. Teknik penelitian lainnya yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis isi.



Kerangka Teori
a.      Fenomena Sosial
Fenomena sosial dalam penelitian ini dapat disamakan dengan kritik sastra. Kritik  sastra memiliki korelasi yang erat dengan perkembangan kesusastraan. Menurut Hardjana (1981), kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Hal senada juga diungkapkan oleh Pradopo (1993), bahwa untuk bisa menentukan bagaimana sesungguhnya perkembangan kesusastraan Indonesia, dibutuhkan suatu kritik.
Dalam kaitan ini, sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.Telaah suatu karya sastra menurut Watt (2001) akan mencakup tiga hal, yakni konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.
Demikian pula obyek karya sastra adalah realitas kehidupan, meskipun dalam menangkap realitas tersebut sastrawan tidak mengambilnya secara acak. Sastrawan memilih dan menyusun bahan-bahan itu dengan berpedoman pada asas dan tujuan tertentu. Goldmann (1980) mengatakan, bahwa sastrawan menganalisis “data” kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.
Sastra mengambil sebagian besar karakternya dari bahasa, namun bentuk dan isi novel lebih banyak berasal dari fenomena sosial daripada dari seni lain, terkecuali film. Novel seringkali merupakan ikatan dengan momentum tertentu dalam peristiwa sejarah masyarakat. Goldmann (1980) mengatakan, bahwa karya sastra merupakan analisis estetis dan sintesis sebuah realitas tertentu dan novelis senantiasa melakukan analisis dan sintesis sebelum memulai menulis.
Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang integral dari masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang proposional bagi kedua gejala: sastra dan masyarakat. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak langsung, yang mungkin pengarangnya sendiri tidak tahu. Karya sastra dapat juga mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas dalam masyarakat.
Pada hakikatnya seorang sastrawanpun adalah bagian dari masyarakat. Oleh sebab itu, sastrawanpun tak dapat lepas dari status sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya; dan bahasa adalah adalah salah satu ciptaan sosial. Tak jarang, karya sastra merupakan cerminan atau pantulan hubungan sosial individu dengan individu lain, atau anatara individu dengan masyarakat.
Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sudah sejak dulu, karya sastra dikenal dalam beberapa tinadakan sosiokultural masyarakat seperti pada upacara keagamaan, ilmu gaib, pekerjaan sehari-hari atau permainan. Ketika membaca sebuah karya sastra, mungkin kita akan merasakan kenikmatan seperti kita sedang melakukan permainan. Atau bahkan kita akan merasakan ketenangan seperti setelah melakukan upacara keagamaan, ataupun karena dalamnya kita dalam membaca sebuah karya sastra, kita akan lebih mudah dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin  dimanfaatkan untuk menumbuhkan sifat sosial tertentu, atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
Fenomena sendiri adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu. Fenomena sosial adalah gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial. Fenomena sosial terjadi ketika manusia menganggap segala sesuatu yang dialaminya adalah sebuah kebenaran absolut. Menurut Soerjono Soekanto, fenomena atau masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.

b.      Efek Kejut
berdasarkan asal katanya, efek kejut barasal dari bahasa Inggris, yaitu Suprise. Suprise berarti mengherankan (Masrur, M. H., Tt 146) yang menyebut efek kejut sebagai kejutan. Kejuatan menurut mereka adalah keheranan batin karena lanjutan cerita atau lakon tidak sesuai dengan dugaan pembaca. Kejutan dan tegangan mendukung keberhasialn alu. Plot sebuah cerita yang menarik, di samping mampu membangkitkan Suspense, rasa ingin tahu pembaca, juga mampu memberikan suprise (kejutan), sesuatu yang bersifat mengejutkan.




ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Fenomena Sosial
Fenomena sosial dalam cerpen Iseng ini adalah sebagai berikut. Tokoh Mus dalam cerpen ini berprofesi sebagai mubalig atau pendakwah. Dia diundang untuk mengisi sebuah majlis taklim di jakarta. Dia pun diberi penginapan disebuah hotel berbintang. Saat datang ke Jakarta tokoh Mus lebih memilih menaiki kereta dibandingkan dengan bus. Karena biasanya supir bus sering ugal-ugalan dijalan. Fenomena sosial ini sering terjadi pada setiap orang, ketika berpergian mereka lebih senang menggunakan angkutan yang nyaman dan tidak merasa was-was saat menaikinya.
Fenomena sosial selanjutnya adalah ketika tokoh Mus, iseng melihat daftar  nomor-nomor telepon dan pemiliknya. Dia menemukan sebuah nama yang sangat di kenalnya yaitu Syahrazad Nurul Jannah. Seorang perempuan yang dulunya sangat dicintai oleh Mus, perempuan yang anggun dan penuh perhatian. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga menemui hal-hal seperti ini yaitu saat-saat kita mengingat atau menemukan orang yang dulu pernah ada dalam hidup kita. Tokoh Mus pun teringat tentang masalalunya bersama syahrazad, dulu dia sering bertemu dengan perempuan itu ketika di KBRI. Kebetulan mereka adalah mahasiswa di kairo mesir. Padan suatu ketika syahrazad meminta Mus untuk menemaninya ke Zaqaziq, yaitu sebuah kota kecil di wilayah timur Mesir.  “Jadi kau sungguh-sungguh bersedia mengantarkanku ke Zaqaziq besok pagi?” dan Mus pun menjawab “Jam berapa aku harus menjemputmu di Nasr City?” Dalam kutipan tersebut digambarkan bahwa Mus bersedia mengantarkan Syahrazad ke Zaqaziq. Dan Mus sangat senang karena dialah yang diajak oleh Syahrazad. Mus memang diam-diam sudah menyukai Syahrazad sejak lama. Dalam perjalanan tokoh Mus terus memperhatikan Syahrazad, perempuan itu pun sadar jika diperhatikan. Pada saat itu pula Mus akhirnya jujur tentang perasaannya terhadap Syahrazad. Berikut dalam kutipannya “kau menyukaiku, ya” tiba-tiba suaranya menyambarku........”Ya, sejak lama.” Dan hampir aku tidak percaya.... Dari penggalan kutipan tersebut dalapat dilihat betapa tokoh Mus mencoba jujur tentang perasaannya meskipun Syahrazad yang duluan menanyainya. Hal ini sering kali terjadi pada kehidupan sekarang dimana seorang perempuan tanpa sungkan menanyakan perasaan seorang laki-laki yang sering memperhatikannya. Selain itu, seorang laki-laki terkadang hanya bisa memperhatikan perempuan yang diam-diam disukainya tanpa mengatakan apa-apa. Fenomena sosila ini memang seringkali terjadi dalam kehidupan nyata. Kisah cinta diam-diam kepada lawan jenis.
Fenomena sosial selanjutnya adalah ketika tokoh Mus yang akan mengisi ceramah. Namun, dia mendapat giliran terakhir kali karena biasanya mubalig dari kota berceramah sehari tiga-empat kali. Sebenarnya memang mubalig kota dan desa biasanya memiliki jadwal ceramah yang berbeda. Di kota seorang mubalig bisa mengisi ceramah di berbagai tempat dan bisa lebih dari dua tempat. Waktu berceramahpun tidaklah lama hanya menghabiskan satu sampai dua jam. Hal ini berbeda dengan di luar kota khususnya pedesaan, seorang penceramah biasanya hanya mengisi satu tempat, maksimal dua tempat itu pun dibagi menjadi siang dan malam. Waktu yang digunakan saat berceramah juga lebih panjang. Selai itu, fenomena sosial yang terjadi dalam cerpen ini, si tokoh Mus tersebut agak terkaget-kaget mendengar dua orang berceramahmenghantam kanan kiri seperti tanpa beban. Dia terinagt pernah membaca sebuah tablig Rosulullah SAW yang satun dan lembut dan tak pernah menunjuk hidung atau yang lainnya. Fenomena sosial ini juga sering terjadi pada masyarakat kita, yang berprofesi sebagai pendakwah. Namun memang cara orang berdakwah setiap individu berbeda-beda. Namun alangkah baiknya jika saat berdakwah menggunakan bahasa yang santun dan lembut. Hal ini juga sebagai sindiran halus dari seorang penulis untuk para pendakwah agar lebih memperbaiki cara berdakwah yang baik dan benar.


Efek Kejut
Berdasarkan pembacaan atas karya sastra yang berjudul Iseng karya A. Mustafa Bisri dapat diketahui efek kejut dalam kutipan dibawah ini.
a.       Pada alenea ke-17
            ......Sampai suatu saat persis ketika aku hendak melangsungkan pernikahan dengan istrikuyang sekarang- suratnya datang dari cairo. Dia mendengar aku akan menikah dan dia menyampaikan selamat.dia mengabarkan bahwa dia akan baru akan pulang ke Jakarta tahun depan.yang membuatku tesentak , dalam suratnya itu dia juga menulis, dalam bahasa Arab, bahwa sebenarnya dia sudah lama mencintaiku. Namun, meskipun aku sendiri menyukainya ketika mengantarkannya ke Zaqaziq, dia tidak berani berterus terang karena dia pun melihat aku baik dengan siapa saja. Pengakuannya ditutup dengan ungkapan yang tidak biasa. Sangat romantis.”Izinkanlah aku mengucapkan sekali saja dan untuk yang terakhir kali kata-kata yang sejak lama ingin aku katakan padamu dan selama ini hanya aku pendam dalam dadaku: ‘kekasihku, aku mencintaimu!’” Syahrazad, Syahrazad, ternyata perasaan dan sikap kita sama!
            Efek Kejutnya terdapat pada pernyataan  bahwa sebenarnya dia sudah lama mencintaiku. Namun, meskipun aku sendiri menyukainya ketika mengantarkannya ke Zaqaziq, dia tidak berani berterus terang karena dia pun melihat aku baik dengan siapa saja. Ternyata selama ini Syahrazad juga mencintai Mus. Namun, Syahrazad tidak berani mengungkapkan karena Mus baik pada siapapun begitu pun sebaliknya Syahrazad, baik kepada siapapun.  Di tutup dengan kalimat  Syahrazad, Syahrazad, ternyata perasaan dan sikap kita sama!
Kalimat tersebut menjelaskan bahwa sikap dan perasaan kedua tokoh tersebut sama. Meskipun pada akhirnya Mus menikah dengan orang lain.tetapi setidaknya mereka sudah jujur perasaannya tentang masing-masing.

b.      Pada alinea ke-22
.....”pembicara ketiga, mubaligah yang kita nanti-nantikan, Ustadzah Dra
Hajjah Syahrazad Nurul Jannah, M.A. kepada beliau waktu dan tempat kami persilahkan!” aku terkejut setengah mati mendengarnya. Lebih terkejut lagi ketika wanita tua dan gemuk itu bangkit naik mimbar. Dari tempat dudukku di depan mimbar aku memperhatikan mubaligah itu tanpa berkedip. Benarkah dia? Aku mencoba mencari-cari di wajahnya yang bergelambir, barangkali sesuatu dapat mengingatkanku kepada Syahrazadku yang dulu, tapi sia-sia. Aku justru tersadar bahwa kami sudah berpisah dan tak saling bertemu selama 30 tahun lebih. Subhanallah!
            Efek kejut dalam penggalan cerpem tersebut, adalah tokoh Mus yang kaget dengan perubahan Syahrazad. Yang dulu anggun dan cantik, kini sudah tua dan gemuk. Selain itu, ternyata tokoh Mus tersadar bahwa mereka sudah berpisah lebih dari 30 tahun. Sudah banyak yang berubah tentu saja. Dalam bait terkahir menyadarkan kita bahwa semua pasti akan berubah, apalagi setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Efek kejut yang ditulis oleh penulis diakhir cerita, sangat bagus dan endingnya tidak di luar ekspektasi pembaca.



KESIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
            Cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri memang mengandung fenomena sosial dan efek kejut. Fenomena sosial yang ada dalam cerpen tersebut memang terjadi dan mungkin masih terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Efek kejut dalam cerpen tersebut merupakan sebuah proses kreatif dari pengarang, dalam melakukan menceritakan masalalu yang manis serta dibumbui dengan sentuhan keislaman. Sehingga secara keseluruhan cerpen ini sangat bagus untuk di baca.

Saran
            Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan konsep penelitian yang lebih luas dan mendalam. Seorang peneliti juga dapat menganalisis cerpen dengan sudut pandang yang berbeda sehingga semakin sempurnalah sebuah analisis penelitian dari cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri ini.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Bisri, A. Mustofa. 2003. Lukisan Kaligrafi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
2.      Nugrahayu, Indra, Taufik,. 2011. Panduan Apresiasi dan Kajian Prosa Fiksi Indonesia: Baleendah.
3.      Wellek, Rene, Austin Warren.1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
4.      Kusumah, Wijayah. 2010. “Sosiologi Sastra.”  Diakses pada tanggal 26 Mei 2016. ttps://wijayalabs.wordpress.com/2010/04/30/sosiologi-sastra/
5.      Hardyansyah, Sopyan. 2012. “Contoh Analisis Cerpen.” Diakses pada tanggal 26 Mei 2016. http://boy-creative.blogspot.co.id/2012/03/contoh-analisis-cerpen.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar