SEKILAS KENANGAN MASALALU:
FENOMENA SOSIAL DAN EFEK KEJUT DALAM
CERPEN
BERJUDUL ISENG KARYA A. MUSTAFA BISRI
Dwi Rizka P. (14410210/4E)
Universitas PGRI Semarang
Abstract
This invention aims to describe and explain the
social phenomenon and suprise effects in the short story titled Iseng works of
A. Mustafa Bisri. Social phenomenon contained in the short story is a picture
of someone who had not been met someone who came from masalalunya. In addition,
there is also an overview of the current long-lost many years the person comes
first in our lives would've had a lot of other social perubahan. Fenomena are
preachers in the capital city, can speak three to four times a day. This
surprising effect in the short story is in the form of a question in the mind
of the unexpected. At the end of the story of an old woman and fat is a love
masalalu the protagonist, who now has changed so much not like before.
Conclusion The results of this study meunjukan that A. Mustafa Basri through
this short story about trying to depict that no one can determine what the
change was. Because they live in the world already are set, including a change.
besides this social phenomenon in the short story also contained its Islamic
values uyaitu mubalig habits in the city and in the village is different.
Keywords: social phenomenon, suprise effects
Abstrak
Penemuan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang
fenomena sosial dan efek kejut dalam cerpen berjudul Iseng karya A. Mustafa
Bisri. Fenomena sosial yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah gambaran
seseorang yang sudah lama tak bertemu dengan seseorang yang datang dari
masalalunya. Selain itu, terdapat pula gambaran saat sudah lama berpisah
bertahun-tahun lamanya orang yang dulu hadir dalam hidup kita pasti sudah
memiliki banyak perubahan.fenomena sosial lainnya adalah mubalig di ibu kota
ini, bisa berceramah sehari tiga sampai 4 kali. Efek kejut dalam cerpen ini
adalah berupa pertanyaan dalam pikiran yang tidak terduga. Pada akhir cerita
seorang wanita tua dan gemuk merupakan cinta masalalu si tokoh utama, yang kini
sudah jauh berubah tidak seperti dulu. Kesimpulan hasil penelitian ini
meunjukan bahwa A. Mustafa Basri melalui cerpennya ini berusaha menggambarkan
tentang tidak ada yang dapat memastikan seperti apa perubahan itu. Karena hidup
di dunia sudah ada yang mengaturnya, termasuk sebuah perubahan itu. selain itu
fenomena sosial dalam cerpen ini juga terdapat nilai islaminya uyaitu kebiasaan
mubalig di kota dan di desa itu berbeda.
Kata kunci:
fenomena sosial, efek kejut
PENDAHULUAN
Proses kreatif yang dilakukan pengarang melalui
karya sastra sangat mungkin berasal dari kehidupan sosial yang dekat
dengan kehidupan si pengarang. Kehidupan
sosial biasanya diatur oleh institusi sosial yang ada dalam masyarakat.
Meminjam istilah Wellek dan Warren (1977:109), sastra adalah “institusi sosial
yang memakai medium bahasa.” Wellek dan Warren juga menyatakan karya sastra
sebagai suatu yang “menyajikan kehidupan” dan kehidupan sebagian besar terdiri
dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru “alam” dan dunia
subjektif manusia. Kenyataan sosial yang disajikan dalam karya sastra biasanya
mengambarkan kondisi sosial suatu masyarakat dengan jelas. Pengarang dalam
mengungkapkan ide-idenya memilih sastra sebagai medianya. Karya sastra tersebut
dapat berupa prosa, drama, atau puisi. Pengungkapan ide pengarang lewat puisi
tentu akan berbeda dengan pengungkapan lewat drama.
Cerpen “Iseng” karya A. Mustofa
Bisri merupakan cerpen yang memiliki fenomena sosial yang sering terjadi dlam
kehidupan manusia, dengan diselingi tentang keislaman. Dimana seorang tokoh aku
adalah seorang mubalig atau penceramah atau bisa disebut orang yang sering
berdakwah. Cerpen berjudul Iseng ini tak kalah menarik dengan cerpen-cerpen
karya A. Mustafa Bisri lainnya. Meskipun tema dalam cerpen ini sederhana tetapi
justru dapat sangat memikat pembaca. Karena pembaca akan merasa dekat dengan
apa yang diceritakan dalam cerpen tersebut apalagi ada nafas islami di
dalamnya.
Penulis A. Mustafa Bisri merupakan sosok penulis yang
sering menyentuhkan islam dalam setiap karyanya. Dalam kumpulan cerpennya Lukisan Kaligrafi semua bernafaskan
islam. A. Mustafa Basri adalah seorang Kiyai, penyair, novelis, pelukis,
budayawan dan cendekiawan muslim, ini telah memberi warna baru pada peta
perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia kiyai yang bersahaja,
bukan kiyai yang ambisius. Ia kiyai pembelajar bagi para ulama dan umat.
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah. Sehingga selalu ada pesan-pesan yang sangat
islamik dalam setiap karyanya. Karya karyanya yaitu Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem
(Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka
Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya,
1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan
II, Jakarta, 1995), Pesan Islam
Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), kumpulan cerpen Lukisan Kligrafi.
Salah satu cerpennya yang berjudul Iseng
ini sangat menarik untuk diteliti, karena terdapat fenomena-fenomena sosial
yang sering terjadi dalam cerpen tersebut.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pendahuluan di atas, dapatlah dibuat
rumusan masalah sebagai berikkut
1.
Bagaimanakah
gambaran fenomena sosial dalam cerpen Iseng
karya A. Mustafa Basri?
2.
Bagaimanakah
gambaran efek kejut dalam cerpen Iseng karya
A. Mustafa Basri?
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini secara khusus adalah:
1.
Mendeskripsikan
fenomena sosial dalam cerpen Iseng
karya A. Mustafa Bisri.
2.
Mendeskripsikan
efek kejut dalam cerpen Iseng karya
A. Mustafa Bisri.
Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi
dosen-dosen bahasa dan sastra Indionesia, hasil penelitian ini dapat dijadikan
penelitian cerpen A. Mustafa Bisri dari sudut pandang realis
2.
Bagi
mahasiswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau langkah awal
dalam meneliti sebuah cerpen-cerpen Karya A. Mustafa Bisri.
Sumber
Data
Sumber
data penelitian diambil dari kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi karya A. Mustafa
Bisri yang berjudul Iseng, sedangkan
data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kutipan atau penggalan teks
yang berada dalam buku maupun internet yang menyangkut fenomena sosial dan efek
kejut.
Metode
dan Teknik Penilaian
Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan
fenomena sosial dan efek kejut dlam cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri
tersebut. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik study pustak, yaitu
melengkapi dan mendasari kajian dan analisis cerpen dengan literatur pustaka
yang lengkap. Teknik penelitian lainnya yang juga digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik analisis isi.
Kerangka
Teori
a. Fenomena
Sosial
Fenomena sosial dalam penelitian ini dapat disamakan
dengan kritik sastra. Kritik sastra
memiliki korelasi yang erat dengan perkembangan kesusastraan. Menurut Hardjana
(1981), kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para
peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Hal senada juga diungkapkan
oleh Pradopo (1993), bahwa untuk bisa menentukan bagaimana sesungguhnya
perkembangan kesusastraan Indonesia, dibutuhkan suatu kritik.
Dalam kaitan ini, sosiologi sastra merupakan
pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga
bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan
sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh
mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti
yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang
diacu oleh karya sastra.Telaah suatu karya sastra menurut Watt (2001) akan
mencakup tiga hal, yakni konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin
masyarakat, dan fungsi sosial sastra.
Demikian pula obyek karya sastra adalah realitas
kehidupan, meskipun dalam menangkap realitas tersebut sastrawan tidak
mengambilnya secara acak. Sastrawan memilih dan menyusun bahan-bahan itu dengan
berpedoman pada asas dan tujuan tertentu. Goldmann (1980) mengatakan, bahwa
sastrawan menganalisis “data” kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba
menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.
Sastra mengambil sebagian besar karakternya dari
bahasa, namun bentuk dan isi novel lebih banyak berasal dari fenomena sosial daripada
dari seni lain, terkecuali film. Novel seringkali merupakan ikatan dengan
momentum tertentu dalam peristiwa sejarah masyarakat. Goldmann (1980)
mengatakan, bahwa karya sastra merupakan analisis estetis dan sintesis sebuah
realitas tertentu dan novelis senantiasa melakukan analisis dan sintesis
sebelum memulai menulis.
Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar
belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya sastra ada
dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat.
Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang dianggap
memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang integral dari
masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang proposional bagi
kedua gejala: sastra dan masyarakat. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra
menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan
bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya,
fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari,
bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu
diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan,
analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam
bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan
itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini,
kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia,
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra
sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan
pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran, atau yang hendak
digambarkan. Namun Wellek dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang
mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan
selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena kehidupan sosial yang
terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang,
atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung
mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak langsung, yang mungkin
pengarangnya sendiri tidak tahu. Karya sastra dapat juga mencerminkan dan
menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas dalam masyarakat.
Pada hakikatnya seorang sastrawanpun adalah bagian
dari masyarakat. Oleh sebab itu, sastrawanpun tak dapat lepas dari status
sosial tertentu. Sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai
mediumnya; dan bahasa adalah adalah salah satu ciptaan sosial. Tak jarang,
karya sastra merupakan cerminan atau pantulan hubungan sosial individu dengan
individu lain, atau anatara individu dengan masyarakat.
Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sudah sejak dulu, karya sastra dikenal dalam
beberapa tinadakan sosiokultural masyarakat seperti pada upacara keagamaan,
ilmu gaib, pekerjaan sehari-hari atau permainan. Ketika membaca sebuah karya
sastra, mungkin kita akan merasakan kenikmatan seperti kita sedang melakukan
permainan. Atau bahkan kita akan merasakan ketenangan seperti setelah melakukan
upacara keagamaan, ataupun karena dalamnya kita dalam membaca sebuah karya
sastra, kita akan lebih mudah dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Sastra
bisa mengandung gagasan yang mungkin
dimanfaatkan untuk menumbuhkan sifat sosial tertentu, atau bahkan untuk
mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
Fenomena sendiri adalah rangkaian peristiwa serta
bentuk keadaan yang dapat diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat
disiplin ilmu tertentu. Fenomena sosial adalah gejala-gejala atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial.
Fenomena sosial terjadi ketika manusia menganggap segala sesuatu yang dialaminya
adalah sebuah kebenaran absolut. Menurut Soerjono Soekanto, fenomena atau
masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.
b. Efek
Kejut
berdasarkan asal katanya, efek kejut barasal dari
bahasa Inggris, yaitu Suprise. Suprise berarti mengherankan (Masrur, M.
H., Tt 146) yang menyebut efek kejut sebagai kejutan. Kejuatan menurut mereka
adalah keheranan batin karena lanjutan cerita atau lakon tidak sesuai dengan
dugaan pembaca. Kejutan dan tegangan mendukung keberhasialn alu. Plot sebuah
cerita yang menarik, di samping mampu membangkitkan Suspense, rasa ingin tahu pembaca, juga mampu memberikan suprise
(kejutan), sesuatu yang bersifat mengejutkan.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Fenomena
Sosial
Fenomena sosial dalam cerpen Iseng ini adalah
sebagai berikut. Tokoh Mus dalam cerpen ini berprofesi sebagai mubalig atau
pendakwah. Dia diundang untuk mengisi sebuah majlis taklim di jakarta. Dia pun
diberi penginapan disebuah hotel berbintang. Saat datang ke Jakarta tokoh Mus
lebih memilih menaiki kereta dibandingkan dengan bus. Karena biasanya supir bus
sering ugal-ugalan dijalan. Fenomena sosial ini sering terjadi pada setiap
orang, ketika berpergian mereka lebih senang menggunakan angkutan yang nyaman
dan tidak merasa was-was saat menaikinya.
Fenomena sosial selanjutnya adalah ketika tokoh Mus,
iseng melihat daftar nomor-nomor telepon
dan pemiliknya. Dia menemukan sebuah nama yang sangat di kenalnya yaitu
Syahrazad Nurul Jannah. Seorang perempuan yang dulunya sangat dicintai oleh
Mus, perempuan yang anggun dan penuh perhatian. Dalam kehidupan sehari-hari
kita juga menemui hal-hal seperti ini yaitu saat-saat kita mengingat atau
menemukan orang yang dulu pernah ada dalam hidup kita. Tokoh Mus pun teringat
tentang masalalunya bersama syahrazad, dulu dia sering bertemu dengan perempuan
itu ketika di KBRI. Kebetulan mereka adalah mahasiswa di kairo mesir. Padan
suatu ketika syahrazad meminta Mus untuk menemaninya ke Zaqaziq, yaitu sebuah
kota kecil di wilayah timur Mesir. “Jadi kau sungguh-sungguh bersedia
mengantarkanku ke Zaqaziq besok pagi?” dan Mus pun menjawab “Jam berapa aku harus menjemputmu di Nasr
City?” Dalam kutipan tersebut digambarkan bahwa Mus bersedia mengantarkan
Syahrazad ke Zaqaziq. Dan Mus sangat senang karena dialah yang diajak oleh
Syahrazad. Mus memang diam-diam sudah menyukai Syahrazad sejak lama. Dalam
perjalanan tokoh Mus terus memperhatikan Syahrazad, perempuan itu pun sadar
jika diperhatikan. Pada saat itu pula Mus akhirnya jujur tentang perasaannya
terhadap Syahrazad. Berikut dalam kutipannya “kau menyukaiku, ya” tiba-tiba suaranya menyambarku........”Ya, sejak
lama.” Dan hampir aku tidak percaya.... Dari penggalan kutipan tersebut
dalapat dilihat betapa tokoh Mus mencoba jujur tentang perasaannya meskipun
Syahrazad yang duluan menanyainya. Hal ini sering kali terjadi pada kehidupan
sekarang dimana seorang perempuan tanpa sungkan menanyakan perasaan seorang
laki-laki yang sering memperhatikannya. Selain itu, seorang laki-laki terkadang
hanya bisa memperhatikan perempuan yang diam-diam disukainya tanpa mengatakan
apa-apa. Fenomena sosila ini memang seringkali terjadi dalam kehidupan nyata.
Kisah cinta diam-diam kepada lawan jenis.
Fenomena sosial selanjutnya adalah ketika tokoh Mus
yang akan mengisi ceramah. Namun, dia mendapat giliran terakhir kali karena
biasanya mubalig dari kota berceramah sehari tiga-empat kali. Sebenarnya memang
mubalig kota dan desa biasanya memiliki jadwal ceramah yang berbeda. Di kota
seorang mubalig bisa mengisi ceramah di berbagai tempat dan bisa lebih dari dua
tempat. Waktu berceramahpun tidaklah lama hanya menghabiskan satu sampai dua
jam. Hal ini berbeda dengan di luar kota khususnya pedesaan, seorang penceramah
biasanya hanya mengisi satu tempat, maksimal dua tempat itu pun dibagi menjadi
siang dan malam. Waktu yang digunakan saat berceramah juga lebih panjang. Selai
itu, fenomena sosial yang terjadi dalam cerpen ini, si tokoh Mus tersebut agak
terkaget-kaget mendengar dua orang berceramahmenghantam kanan kiri seperti
tanpa beban. Dia terinagt pernah membaca sebuah tablig Rosulullah SAW yang
satun dan lembut dan tak pernah menunjuk hidung atau yang lainnya. Fenomena
sosial ini juga sering terjadi pada masyarakat kita, yang berprofesi sebagai
pendakwah. Namun memang cara orang berdakwah setiap individu berbeda-beda.
Namun alangkah baiknya jika saat berdakwah menggunakan bahasa yang santun dan
lembut. Hal ini juga sebagai sindiran halus dari seorang penulis untuk para
pendakwah agar lebih memperbaiki cara berdakwah yang baik dan benar.
Efek
Kejut
Berdasarkan pembacaan atas karya sastra yang
berjudul Iseng karya A. Mustafa Bisri
dapat diketahui efek kejut dalam kutipan dibawah ini.
a.
Pada alenea
ke-17
......Sampai
suatu saat persis ketika aku hendak melangsungkan pernikahan dengan istrikuyang
sekarang- suratnya datang dari cairo. Dia mendengar aku akan menikah dan dia
menyampaikan selamat.dia mengabarkan bahwa dia akan baru akan pulang ke Jakarta
tahun depan.yang membuatku tesentak , dalam suratnya itu dia juga menulis,
dalam bahasa Arab, bahwa sebenarnya dia sudah lama mencintaiku. Namun, meskipun
aku sendiri menyukainya ketika mengantarkannya ke Zaqaziq, dia tidak berani
berterus terang karena dia pun melihat aku baik dengan siapa saja. Pengakuannya
ditutup dengan ungkapan yang tidak biasa. Sangat romantis.”Izinkanlah aku
mengucapkan sekali saja dan untuk yang terakhir kali kata-kata yang sejak lama
ingin aku katakan padamu dan selama ini hanya aku pendam dalam dadaku:
‘kekasihku, aku mencintaimu!’” Syahrazad, Syahrazad, ternyata perasaan dan
sikap kita sama!
Efek
Kejutnya terdapat pada pernyataan bahwa sebenarnya dia sudah lama mencintaiku.
Namun, meskipun aku sendiri menyukainya ketika mengantarkannya ke Zaqaziq, dia
tidak berani berterus terang karena dia pun melihat aku baik dengan siapa saja.
Ternyata selama ini Syahrazad juga mencintai Mus. Namun, Syahrazad tidak berani
mengungkapkan karena Mus baik pada siapapun begitu pun sebaliknya Syahrazad,
baik kepada siapapun. Di tutup dengan
kalimat Syahrazad, Syahrazad, ternyata perasaan dan sikap kita
sama!
Kalimat tersebut menjelaskan bahwa sikap dan
perasaan kedua tokoh tersebut sama. Meskipun pada akhirnya Mus menikah dengan
orang lain.tetapi setidaknya mereka sudah jujur perasaannya tentang
masing-masing.
b.
Pada alinea
ke-22
.....”pembicara ketiga,
mubaligah yang kita nanti-nantikan, Ustadzah Dra
Hajjah Syahrazad Nurul Jannah, M.A. kepada beliau
waktu dan tempat kami persilahkan!” aku terkejut setengah mati mendengarnya.
Lebih terkejut lagi ketika wanita tua dan gemuk itu bangkit naik mimbar. Dari
tempat dudukku di depan mimbar aku memperhatikan mubaligah itu tanpa berkedip.
Benarkah dia? Aku mencoba mencari-cari di wajahnya yang bergelambir, barangkali
sesuatu dapat mengingatkanku kepada Syahrazadku yang dulu, tapi sia-sia. Aku
justru tersadar bahwa kami sudah berpisah dan tak saling bertemu selama 30
tahun lebih. Subhanallah!
Efek
kejut dalam penggalan cerpem tersebut, adalah tokoh Mus yang kaget dengan
perubahan Syahrazad. Yang dulu anggun dan cantik, kini sudah tua dan gemuk.
Selain itu, ternyata tokoh Mus tersadar bahwa mereka sudah berpisah lebih dari
30 tahun. Sudah banyak yang berubah tentu saja. Dalam bait terkahir menyadarkan
kita bahwa semua pasti akan berubah, apalagi setelah bertahun-tahun tidak
bertemu. Efek kejut yang ditulis oleh penulis diakhir cerita, sangat bagus dan
endingnya tidak di luar ekspektasi pembaca.
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cerpen
Iseng karya A. Mustafa Bisri memang mengandung fenomena sosial dan efek kejut.
Fenomena sosial yang ada dalam cerpen tersebut memang terjadi dan mungkin masih
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Efek kejut dalam cerpen tersebut merupakan
sebuah proses kreatif dari pengarang, dalam melakukan menceritakan masalalu
yang manis serta dibumbui dengan sentuhan keislaman. Sehingga secara
keseluruhan cerpen ini sangat bagus untuk di baca.
Saran
Bagi
para peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan konsep
penelitian yang lebih luas dan mendalam. Seorang peneliti juga dapat
menganalisis cerpen dengan sudut pandang yang berbeda sehingga semakin
sempurnalah sebuah analisis penelitian dari cerpen Iseng karya A. Mustafa Bisri
ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bisri, A.
Mustofa. 2003. Lukisan Kaligrafi.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
2.
Nugrahayu,
Indra, Taufik,. 2011. Panduan Apresiasi
dan Kajian Prosa Fiksi Indonesia: Baleendah.
3.
Wellek, Rene,
Austin Warren.1993. Teori Kesusastraan.
Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
4.
Kusumah,
Wijayah. 2010. “Sosiologi Sastra.”
Diakses pada tanggal 26 Mei 2016. ttps://wijayalabs.wordpress.com/2010/04/30/sosiologi-sastra/
5.
Hardyansyah,
Sopyan. 2012. “Contoh Analisis Cerpen.” Diakses pada tanggal 26 Mei 2016. http://boy-creative.blogspot.co.id/2012/03/contoh-analisis-cerpen.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar